Ignaz Goldziher |
Teori Pengaruh Asing dalam Hukum Islam
Kontroversi Teori Pengaruh Asing dalam Hukum Islam
Joseph Schchat dan Pengaruh Asing dalam Hukum Islam
Oleh: Cipto Sembodo
Ignaz Goldziher Tokoh Orientalisme
Studi orientalisme hukum Islam mengenal nama Ignaz Goldziher. Ignaz Goldziher telah diakui sebagai sarjana Barat yang mempunyai nama besar dan otoritas tinggi dalam studi Islam. Nama besar dan otoritas keilmuan Goldziher inilah yang menjadikan pendapat dan pemikiran Goldziher dianggap lebih berbobot dan dipercaya sebagai kebenaran, satu hal yang wajar terjadi. Tetapi tidak wajar jika seseorang yang tidak mempunyai keahlian disuatu bidang, dia berbicara bidang yang tidak diketahuinya. Dalam orientalisme hukum Islam, keadaan inilah yang terjadi berkaitan dengan soal teori pengaruh asing (hukum Romawi) dalam hukum Islam. Goldziher memang ahli Islam, juga menguasai hukum Islam, katakanlah demikian. Sebagaimana akan disebutkan secara selintas nanti, Goldziher banyak menyebut persamaan antara hukum Islam dan hukum Romawi. Pertanyaan kita, apa otoritas Goldziher dalam hukum Romawi?
Hukum Islam dan Hukum Romawi
Adalah Ignaz Goldziher, yang membuat pernyataan tentang adanya hubungan-hubungan genetis antara hukum Islam dan hukum Romawi. Namun menariknya, penyataan Goldziher tentang apa yang kemudian disebut pengaruh asing itu hanya berupa kemiripan-kemiripan kecil dan terbatas. Dan lebih penting lagi, hal ini tidak lagi disebutkan oleh Goldziher dalam tulisan-tulisan yang muncul lebih akhir. Tentu saja ini bukan lantaran telah pastinya pengaruh asing dalam hukum Islam, melainkan karena Goldziher sendiri tidak menemukan bukti-bukti yang meyakinkan untuk mendukung terus pendapatnya.
Secara ringkas dan sepintas saja, mari kita lihat pendapat atau tepatnya catatan-catatan Goldziher tentang hukum Islam. Pertama, bahwa hukum Islam lahir pada aba kedua Hijrah. Seperti dijelaskan pada pembahasan lain, ini didasarkan pada banyaknya hadis palsu yang --karenanya-- tidak dapat dijadikan sumber sejarah. Pendapat ini kemudian dielaborasi dan dikembangkan jauh lebih komprehensif oleh Joseph Schacht. Kedua, kata “fiqh” adalah salinan dari kata “(iuris)prudentia”. Keduanya memiliki arti yang sama, yaitu pemahaman. Ketiga, hubungan antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis itu diambil dari prinsip hukum Romawi. Keempat, kata “ra’yu” dalam ilmu hukum Islam adalah terjemahan secara harfiyah dari istilah Latin. Begitupula, kelima, “al-mashalih al-mursalah” adalah terjemahan dari “utilitas publika” sebuahungkapan bahasa Romawi.
Seperti tampak dari pernyataan-pernyataan di atas, Goldziher sebenarnya hanya mengungkapkan kemiripan-kemiripan saja antara hukum Islam dan hukum Romawi. Semata-mata kemiripan jelas tidak dapat dan tidak layak untuk menyebutnya sebagai pengaruh, salinan apalagi peminjaman cultural dari satu agama atau budaya oleh agama atau budaya lain. Persoalannya, apakah alasan atau argument yang mendasari pendapat Goldziher itu? Apa bukti sejarah dan bukti ilmiah yang dapat menjelaskan dan meyakinkan tentang pengaruh, peminjaman dan penyalinan dari hukum Romawi menjadi hukum Islam? Goldziher tampaknya tidak memberikan alasan-alasan dan baukti-bukti itu. Bahkan, karena ketidaktahuan dalam (sejarah) hukum Romawi, kemiripan hukum Islam dengan beberapa unsur hukum Romawi yang ditunjukkan oleh Goldziher,unsur-usnur hukum Romawi itu ternyata tak pernah ada secara signifikan atau terjadi dalam sejarah hukum Romawi.
Perdebatan tentang ada tidaknya pengaruh asing dalam hukum Islam benar-benar menguras energy, baik di Barat sendiri maupun di dunia Muslim. Hingga kinipun perdebatan pengaruh asing ini masih tetap berlanjut. Kedua pihak yang setuju dan tidak setuju masih terus berusaha menemukan berbagai argument dan bukti-bukti yang mendukung dan memperkuat teori dan pendapat masing-masing.
Speaker Bluetooth Murah |
Download Artikel Hukum islam dan Perubahan Sosial