Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Toko Buku Online

Senin, 04 April 2011

H.O.S. Tjokroaminoto Penggagas Nasionalisme Indonesia

By: Cipto Sembodo

Baca juga online resources berikut

On the First step on Tjokroaminoto
Refleksi Pemikiran HOS Tjokroaminoto
Pemikiran Tjokro Muda dan Tjokro Tua
Kekhasan Pemikiran Tjokroaminoto
Jejak Pers Tjokroaminoto


Pesan Islam HOS Tjokroaminoto
…………..Anak-anakku semuanya, kalau kamu sudah dapat pendidikan Islam dan kalau kamu sudah sama dewasa, ditakdirkan Allah SWT yang maha luhur, kamu dijadikan orang tani, tentu kamu bisa mengerjakan pertanian secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadi saudagar, jadilah saudagar secara Islam; kalau kamu ditakdirkan menjadiprajurit, jadilah prajurit menurut Islam; dan kalau kamu ditakdirkan menjadi senopati, jadilah senopati secara perintah Islam. Hingga dunia diatur sesuai dengan azas-azas Islam…………………………..” (Amanat Alm HOS Tjokroaminoto kepada murid murid sekolah Jogjakarta, 24 Agustus 1925)


Itu adalah sebait pesan-pesan Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Satu pesan Islam yang kaafah, integral dalam seluruh dimensi hidup berkemanusiaan; suatu petuah membumikan Islam agar menjadi bener-benar rahmatan lil’alamiin. Mewujudkan Islam yang ramah terhadap manusia dan kemanusiaan, alam dan lingkungan pada segenap aspeknya sebagaimana pengertian Al-Qur’an.

Guru Founding Fathers Republik
H.O.S Tjokroaminoto adalah sosok besar. Tjokroaminoto telah berjuang menumbuhkan kesadaran nasional. Beberapa tokoh negeri ini telah belajar darinya. Tjokroaminoto merupakan sosok yang ditakdirkan sejarah menjadi “guru tokoh pergerakan”. Soekarno, Presiden RI 1945-1966, pernah ngangsu kawruh pada Tjokroaminoto. Seni pidato Tjokroaminoto dipelajari Soekarno sehingga Soekarno pun beroleh kemampuan serupa. Ada beberapa tokoh lain yang menjadi murid dan sekaligus teman seperjuangan Tjokroaminoto, seperti Semaoen (tokoh sosialis), Agus Salim (Politikus dan Tokoh Islam)serta Kartosuwiryo (Tokoh Islam).

Di kemudian hari, murid-murid Tjokroaminoto begitu mewarnai sejarah nasionalisme Republik ini. Semaoen dengan Alimin dan Muso terlibat pemberontakan PKI di Madiun 1947. Sedangkan Kartosuwiryo dikenal sebagai dedengkot Darul Islam (DI)/TII dan memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII)pada 7 Agustus 1948. Sementara Agus Salim meniti karir di pemerintahan, membela dan mempertahankan kemerdekaan.

Rumah Tjokroaminoto di Surabaya tercatat dalam sejarah menjadi tempat belajar politik yang sekaligus menjadi rumah pergerakan. Ia juga membangkitkan jiwa rakyat untuk bergerak meraih kemerdekaan. Meskipun begitu, kebesaran yang dimilikinya tetap menjadikan Tjokroaminoto rendah hati. Ia tak sudi dikultuskan dan menolak penyebutan dirinya sebagai Ratu Adil oleh masyarakat ketika itu.

Menggagas Nasionalisme-Religius Indonesia
Sosok yang lahir di Bakur, Madiun, 16 Agustus 1882, ini tentu tak pantas dilupakan. Tjokroaminoto-lah orang Indonesia pertama yang memperkenalkan “Paradigma Nasionalisme” dan tidak mengakui nama Hindia Belanda yang diberikan oleh Belanda untuk Nusantara. Sebagai bangsa timur, Tjokroaminoto lebih bangga menyebut “Indonesia” dari pada Hindia Timur atau Hindia. Ia adalah penggagas pemerintahan sendiri (zelfbestuur) untuk bangsa Indonesia. “Kemerdekaan anak negeri dan kemerdekaan Hindia adalah tujuan dari perjuangan Sarekat Islam!” serunya.”(Iswara N Raditya, 2009). Memang Tjokroaminoto tak sempat merasakan kemerdekaan negeri ini. Ia meninggal ketika proklamasi kemerdekaan masih jauh perjalanan. Namun, perjuangannya akan selalu tercatat dalam tinta emas. Perjuangannya senantiasa berkobar.

Tjokroaminoto tak hanya cakap dalam berorasi yang konon tanpa mikrofon pun bisa terdengar keras, tapi ia juga bersuara keras lewat pena. Tulisan Tjokroaminoto bisa dibilang menjadi salah satu senjata perlawanan yang digunakannya. Ketika wabah komunisme melanda dunia pergerakan, Tjokroaminoto pernah menulis, “Wie goed Mohammedaan is, is van zelf socialist, en wij zijn Mohammedanen, dus zijn wij socialisten.” Kata-kata Belanda itu artinya, “Seorang muslim sejati dengan sendirinya menjadi sosialis, dan kita kaum muslimin, jadi kita kaum sosialisten.” Dengan karya tulisnya berjudul Islam dan Sosialisme yang ditulis pada tahun 1924 itu, Tjokroaminoto melawan siapa pun yang mengagungkan paham komunisme.

Tjokroaminoto boleh dibilang memiliki daya untuk menginspirasi siapa pun. Ide-idenya terbilang luar biasa. Selain disampaikan lewat ceramah, surat kabar menjadi lahan untuknya menyampaikan pemikiran dan perjuangannya. Di sini jejak pers Tjokroaminoto tercatat jelas sebagai pemimpin berbagai surat kabar penting tempat di mana semangat juang keislamannya beliau tumpahkan. “Gagasan patriotiknya bisa dilihat dalam berbagai ceramah dan tulisan di media massa seperti Bintang Soerabaia, Oetoesan Hindia, dan Fadjar Asia.” (Tim Narasi, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Yogyakarta: Narasi, cetakan 3, Edisi Revisi, 2009, hlm.79). Bahkan, hingga menjelang akhir hayatnya, Tjokroaminoto masih berikhtiar menerbitkan Bandera Islam pada 1932 bersama beberapa tokoh generasi awal negeri ini. Tjokroaminoto meninggal dunia pada 1934.
Klik tautan ini untuk melihat Situs Perpustakaan Gratis